Dimuat di harian Fajar Makassar, 3 Oktober 2005
********************************************
SANDEQ, perahu tradisional Mandar merupakan warisan leluhur sebagai sarana para nelayan untuk mencari ikan di laut sebagai mata pencaharian. Selain itu, sebagai sarana transportasi para pedagang pada masa silam mengarungi lautan untuk menjual hasil bumi. Perahu Sandeq, mempunyai ciri khas yang membedakan dengan kebanyakan perahu bercadik lainnya. Bahkan, Sandeq telah dilayarkan oleh bangsa asing mengarungi samudera, seperti ke Australia dan Amerika.
Perahu bercadik yang ujungnya berbentuk runcing (lancip) dan catnya rata-rata putih bersih itu kini digantikan perahu bermesin yang kebanyakan digunakan nelayan Mandar sejak beberapa tahun terakhir. Kini, Sandeq makin tersisih. Para nelayan, lebih memilih perahu bermesin dengan berbagai alasan. "Menggunakan kapal lebih praktis karena digerakkan mesin, sedangkan dengan sandeq kita bergantung pada angin," Syarifuddin, nelayan Ba'barura, Desa Tangngatangnga, Kecamatan Tinambung, menjelaskan.
Perahu bermotor lebih dikenal dengan sebutan kapal karena menggunakan mesin sama dengan kapal motor. Karena ketergantungan pada mesin, tidak sedikit nelayan tetap menggunakan perahu jenis Sandeq yang dilengkapi dengan mesin.
Para nelayan yang sebelumnya mengandalkan Sandeq, berargumen bahwa 'kapal' lebih praktis. Tidak membutuhkan tempat yang luas untuk berlabuh atau sekadar merapat di pantai untuk menjual ikan hasil tangkapan di laut. Mereka kesulitan juga mencari tempat saat merapat di pantai karena sayap Sandeq sangat gampang bersenggolan dengan perahu lainnya.
Sandeq yang menjadi kebanggaan masyarakat Mandar, kini hanya difungsikan untuk lomba perahu yang belakangan populer dengan "Sandeq race" sebagai agenda tahunan menjelang HUT Proklamasi. Perahu sandeq yang beberapa tahun lalu banyak terlihat di pantai, kini berganti dengan jejeran perahu bermotor. Yang masih tersisa dapat dihitung dengan jari hanya menjadi 'penunggu' pantai. Model Sandeq masih ditemukan juga dalam bentuk lepa-lepa yaitu perahu kecil yang digunakan nelayan melaut tidak jauh dari pantai.
Fenomena Sandeq, selayaknya mendapat perhatian. Selain untuk melestarikan salah satu kebanggaan masa silam, juga untuk menyelamatkan modal yang tidak sedikit untuk membangun sebuah perahu sandeq. Membangun sebuah sandeq ukuran sederhana yaitu 3-4 ton diperlukan modal Rp6-7 juta. Sandeq yang dilengkapi beberapa peralatan khusus, membutuhkan tambahan biaya sedikitnya Rp2,5 juta. "Paling tidak kita harus sedia Rp10 juta," demikian Zubaer, pemilik beberapa perahu sandeq. Jumlah itu, kurang lebih sama untuk pembangunan sebuah kapal motor.
Dalam buku "Polmas dalam Angka 2004", perahu tidak bermotor (jenis sandeq) tercatat 536, motor tempel 522 dan kapal motor 455 unit. Pada 2002 lalu, sandeq berjumlah 713 dan kapal motor 373 unit. Di Kecamatan Tinambung, jumlah kapal motor 151, sedangkan perahu 39 unti. Jumlah lebih sedikit, 33 unit di Kecamatan Balanipa dibanding kapal motor sebanyak 199 unit. Sandeq memang merupakan kebanggaan, tapi pada suatu saat hanya akan menjadi kenangan masa silam tanpa upaya yang kongkret untuk menyelamatkannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar