Dimuat di Kompas, Jumat, 26 Agustus 2005
***************************************
Ekspedisi keliling dunia menggunakan perahu sandeq, perahu tradisional suku Mandar, Sulawesi Barat, gagal. Perahu yang membawa enam awak dengan misi menggalang simpati dunia bagi korban bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam itu kembali ke Jayapura akibat dihantam ombak besar dan angin kencang di Lautan Pasifik. Tim akan mempertimbangkan lagi rute pelayaran guna melanjutkan ekspedisi tersebut.
Koordinator tim ekspedisi Yoshiyuki Yamamoto kepada pers di Jayapura, Kamis (25/8), mengatakan, pelayaran itu banyak mendapat rintangan sehingga tim ekspedisi memutuskan kembali ke Jayapura. Perahu tradisional tersebut bertolak dari Makassar tanggal 20 Mei 2005 dan tiba di Jayapura 27 Juni 2005. Namun, perahu kemudian mengalami gangguan teknis di bagian buritan karena dihantam ombak sehingga diputuskan untuk diperbaiki di Jayapura.
Setelah hampir sebulan tim memperbaiki perahu di Jayapura, pada 1 Agustus 2005 perjalanan dilanjutkan menuju Papua Niugini (PNG), kemudian Kepulauan Salomon. Namun, saat memasuki pintu masuk Salomon, terjadi angin kencang, arus deras, dan ombak besar sehingga sandeq yang panjangnya 17,3 meter dan lebar terluas 1,7 meter itu tak sanggup menantang arus.
Setiap kali kami maju satu meter, kami mundur sampai ratusan meter. Kami coba maju sampai lima kali, tetapi tetap tidak sanggup. Akhirnya kami putuskan untuk kembali. Kalau kembali ke PNG tidak ada masalah karena perahu mengikuti arus angin sehingga butuh 10 hari dan tanggal 21 Agustus kami tiba di Jayapura, kata Yamamoto.
Sebetulnya, perairan yang diperhitungkan memiliki kondisi ombak dan gelombang paling sulit dilalui adalah di Peru dan Tahiti. Namun, saat memasuki Kepulauan Salomon, sandeq tak berdaya menghadapi ganasnya ombak.
Dari enam awak itu, dua awak adalah warga negara asing, yakni Jepang dan Taiwan, sedangkan yang lainnya adalah ahli sandeq dari Majene, Sulawesi Barat. Nakhoda perahu adalah Pamuin, orang Mandar, sementara Yamamoto bertugas membaca peta perjalanan sekaligus sebagai koordinator tim.
Sesuai dengan rute semula, perahu bertolak dari Majene-Makassar-Papua-PNG-Kepulauan Salomon-Kepulauan Tahiti-Easter Island-Peru-Pantai Amerika Selatan-Meksiko-Los Angeles- Hawaii-Kepulauan Fiji-Bali. Perjalanan ini butuh waktu tiga bulan sampai satu tahun. Jika tidak ada halangan, akhir Agustus atau awal September 2005 tim ekspedisi ini kembali ke Indonesia.Misi awal ekspedisi dunia ini, menurut Yamamoto, menggalang simpati dunia untuk membantu korban bencana tsunami di NAD. Selain itu, menunjukkan kepada dunia bahwa NAD dan dunia yang diguncang gempa tetap bangkit dan bersatu. Misi lain, pelestarian lingkungan hidup dan mempererat kerja sama di antara bangsa Asia dalam mempertahankan budaya kelautan. (KOR)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar